Senin, 22 Januari 2018

AKU KAU DAN DIA

Hanya Dia

Entah apa yang terpikirkan olehku saat melihat malam ini. bagiku, malam ini penuh kedamaian. Kelamnya malam yang berhiaskan bintang-bintang. Kilauan bulan purnama yang menerangi langit. Mendengarkan suara serangga malam menambah malam itu penuh makna. Ditemani lagu vercase on the floor di ruangku, perlahan aku mengenang dia. Setiap memori mucul dalam film ingatanku.
Entah berapa lama dia meninggalkan aku. Mungkin baru seminggu, sebulan, atau setahun, rasanya itu sangat lama. Dia pergi ke negeri matahari terbit untuk menuntut ilmu. Entah dari mana angin yang berhembus, aku percaya dengan kata-kata perpisahan di Bandara. Kata-kata yang membuatku bersedia menunggu dirinya pulang dari tana air. “aku pasti kembali” yang mengaungi telingaku dan meresap ke pikiranku.
Aku rindu dengan tindakannya, perkataannya yang membuat aku ingin berubah karenanya. Pertama kuliah, aku baru pertama kali melihat sosok yang berpakaian serba putih tetapi rapi dan terlihat tampan. Orang-orang di taman kampus menganggap dia seperti anak sekolah atau seperti orang yang mau mengaji, begitulah aku mendengarkan tentang dia. Bagiku, dia sosok pangeran putih yang patut dicontoh karena kerapihan dan baju yang sangat sopan. Kulihat dia sangat bingung, entah apa yang dia cari. Bagai magnet, aku menghampirinya.

“Maaf, Mas. Anda mencari apa?” tanyaku.
“Di mana ya Fakultas Teknik Industri? Saya kurang paham jalannya” tanyanya sambil tersenyum
“Oh ya, berarti anda satu fakultas dengan saya. Mari, saya antar” kataku.
Saat berjalan menuju kampus, kami saling memperkenalkan diri. Berbagi info tentang diri kami masing-masing sampai alasan terdampar ke Yogyakarta. Begitu mendengarkan leluconnya, entah mengapa aku tersenyum bahkan hampir tertawa. Hari itu, aku berteman dengannya.
Kesehariaan selama di kampus, dia sangat serius mendengarkan dosen saat aku sekelas dengannya. Dia juga ikut BEM dan keagamaan di UKM. Tak seperti anak-anak nongkrong jika tidak ada kelas, dia langsung pulang ke kontrakan yang tak jauh dari kampus. Katanya, dia mengajar anak-anak mengaji atau belajar di kontrakan untuk menambah penghasilan. Meskipun begitu, dia memiliki banyak teman dari mana saja.
Tak hanya itu, dia selalu menaruh perhatian kepada semua orang, termasuk aku. Saat mendengar azan dari masjid kampus, dia mengajakku dan teman-temannya untuk ibadah. Sebagian ikut dengannya, sisanya mereka membuat alasan. Dia tak segan menyapa orang-orang di sekitarnya dan aku pernah melihatnya memberi makanan kepada pengemis atau anak kecil di jalanan. Sungguh mulia sekali dia.
Aku tergerak mengikuti kebiasaannya. Dulunya, aku sangat malas disuruh ibadah, malas mengerjakan tugas dari dosen, dan lain-lain. Saat itu, aku sering membawa mukena ke mana-mana, mulai mengejar ketinggalanku. Aku ingin menjadi seperti dia.
Beberapa bulan kemudian, dia akan wisuda bersama angkatan seniorku. Rata-rata mahasiswa di Fakultasku lulus dalam kurun hampir 5 tahun karena kesulitan. Tapi, dia berhasil lulus dengan masa kuliah hampir 4 tahun. Aku terharu sekaligus bangga dengannya. Aku sangat yakin orangtuanya juga akan sangat bangga dengannya. Dengan predikat cumlaude yang ia pegang, dia sangat bahagia sampai dia meneteskan air matanya.
Setelah wisuda, dia menghampiriku dengan membawa banyak hadiah dari teman-temannya. Kado-kado, bunga, samapai boneka wisuda ia dapatkan.
“Hei, selamat ya. Aduhh, aku masih lama nih wisudanya, baru awal tahun aku disidang. Hehe”
“gak apa-apa. Yang penting kamu berusaha. Nih, tolong aku bawakan ini. terlalu banyak untukku. sekalian mampir ke kostku” ia nyegir.
“Iya, Mas. Tapi, mana orangtuamu? Mereka tidak datang?”
Dia tersenyum kecut “mereka ada di Depok. Sudah terlalu tua, jadi mereka tidak kesini”
“oh begitu. Habis ini, Mas ada rencana gak?”
“Lusa aku pulang ke Depok, dan mmpersiapkan S2 di Jepang”
Hatiku bagai disambar petir. Memang itu berita bagus, entah kenapa aku merasa tak rela kepergiannya. Kesunyian menerpa kami berdua. Entah dari mana angin ini membawa kesedihan sekaligus membawa kerinduan? Kecanggungan menguasai situasi yang rumit. Untunglah, seorang teman menghampiri dia dan mengucapkan selamat kepadanya. Kecanggungan pergi dengan angin.
Kontrakannya begitu sederhana sesampai aku mendarat bersama dia. Begitu aku menginjakkan ke dalam, ruangan luas menyambutku dengan kehampaan. Dia mengucapkan salam, sosok anak kecil menyapa kami. Dia menampung anak kecil ini tinggal di kontrakannya bersama 2 sahabatnya. Tak sengaja, dia menemukan anak kecil ini terduduk di atas trotoar di daerah Jawa tengah dengan luka lebam di wajah dan tubuhnya. dia dikeroyok oleh preman karena setoran hasil ngamen tidak cukup. dengan rasa kasihan kepada anak itu, dia membawa anak itu ke kontrakannya dengan perlindungan dan penuh harapan. Selama dia menampung anak kecil, dia berhasih menyekolahkan dan kini duduk di kelas 3 SD.
Aku tidak berlama-lama di sana. Tugasku hanya mengantar kelebihan barang milik dia. Sempat dia menawarkan minum untuk beristirahat, tapi aku ingin pulang karena ingin beristrahat di kost sendiri. Dia tersenyum, dan dia menawarkan untuk mengantarku sampai kost. Aku menolaknya, tetapi dia bersikeras mengantarku. Dengan canggung, aku menerima permintaannya.
Selama di jalan, kami banyak terdiam. Sesekali dia melontarkan pembicaraan, dan aku hanya menjawab sesekali. Kami berjalan dengan jarak satu meter agar tidak ada salah paham. Kami juga berjalan di tempat yang ramai agar tidak merasa kami hanya berdua. Tak terasa, kami sudah sampai di kostku. Dia berpesan agar ikut mengantarkannya ke stasiun Lempuyangan lusa. Aku hanya mengangguk pelan.
Malamnya, entah kenapa aku meneteskan air mata. Air mata kehilangan. Bagiku, hanya dia mengubahku lebh baik. Hanya dia pelindungku di sini. Hanya dia yang membuatku tersnyum secerah matahari. Hanya dia yang buatku jatuh cinta. Kepada dirinya…

Lusanya, aku beserta teman-teman menemani dia di stasiun. Maahari mulai meninggi, dan dia akan berangkat. Waktunya tinggal sepuluh menit sebelum berpisah. Dia mengucapkan salam perpisahan satu persatu. Saat dia berhenti di depanku…
“aku kembali untukmu. Tunggulah aku..” gumamnya pelan
Dan dia pergi untuk mimpinya. Setelah beberapa bulan kemudian, dia mengirim pesan. Pesan yang sudah lama sekali aku menanti. Setelah dia pergi ke depok, aku sangat mengharapkan pesan darinya. Aku hembuskan nafas sepelan mungkin. Isinya membuatku berhenti seketika.
Aku berhasil mendapatkan beasiswa S2 ke Jepang. Bulan depan aku berangkat. Doakan aku tetap istikomah di sana. Omong-omong, kamu adalah orang kedua setelah orangtuaku
“Alhamdulillah.. Terima kasih, Ya Allah…” tak henti-hentinya aku mengucap syukur. Aku senang sekali dia menggapai impiannya. Dia akan berangkat ke Jepang. Aku sangat yakin, dia akan berhasil sekaligus menepati janjinya.
Aku akan setia menunggumu. Aku akan selalu ingat janjimu. Jika berjodoh, kita akan bertemu kembali. Kerinduan akan merta-merta hanya untukmu. Aku yakin, kamu akan menepati janjimu. Kamu adalah Inspirasiku, kamu adalah pemimpinku, dan hanya kamulah adalah panutanku sampai akh